Berkah Resep Pie Mertua
Aneka kue pie tersaji indah di akun media
sosial JustyPie. Penampilannya menggugah selera. Ada pie apel, pie buah, pie
cokelat, dan ragam pie lain. Tinggal memesan, kelezatan pie pun bisa dinikmati
bersama keluarga di rumah.
Semua pie itu buatan Yusti Nurul Agustin.
Dia menggunakan resep kue pie dari ibu mertua. “Awalnya saya mencoba kue buatan
mertua, ternyata enak,” kata Yusti. Kegemaran memasak mendorong Yusti
memberanikan diri membuat kue pie untuk kawan. Saat itu, ia menerima pesanan
acara ulang tahun teman dan semua suka. Dari satu pe langgan, dia memberanikan
diri terjun di dunia kuliner dengan membuka toko online (daring) melalui ragam
media sosial pada 2012. Ia ingin mencoba mengisi peluang pasar.
Tagline JustyPie dipilih atas saran sang
suami Bambang Reskyawan. “Suami kasih saran tagline-nya begitu karena kue-kue
hasil buatanku mengingatkan suasana di rumah yang hangat dan nyaman,” kata
Yusti. Mengandung filosofi itu, dia berharap semua yang makan kue buatannya
merasakan hal yang sama. Bermodal Rp 500 ribu, dia membuat kue pie yang
difokuskan pada 12 rasa, di antaranya cokelat, susu, aneka buah, apel dan
sebagainya. “Saya pilih pie karena peluang cukup menarik, belum banyak yang
punya,” kata Yusti.
Selain itu, alasan memilih pie karena ia
“penggemar” pie apel buatan mertua. “Kalau sekarang saya buat aneka rasa supaya
konsumen tidak bosan,” ujarnya. Hingga saat ini omzet yang Yusti mencapai Rp
2-3 juta per bulan. Semua tergantung pesanan yang diterima.
Kue pie hanya akan dibuat jika ada pesanan
konsumen. Hal ini agar setiap pesanan selalu segar dan tidak mengecewakan.
“Kalau ada pemesanan baru saya akan buatkan, biar selalu segar. Kalau sudah
jadi kami akan kirimkan kue ke konsumen atau kadang mereka yang jemput,”
katanya.
Yusti mengatakan, saat ini sedang mencoba
ekspansi bisnis dengan pengiriman keluar Ja karta. Dia akan mencoba pengemasan
yang lebih aman de ngan meng gunakan styrofoam agar pie tidak mudah rusak.
“Banyak permintaan keluar kota jadi saya mau coba pengemasan yang lebih kuat.
Jadi, nanti bisa melayani konsumen lebih luas,” ujarnya.
Apalagi pemasaran saat ini melalui media
daring. Cara ini dirasakan lebih efektif ketimbang pemasaran melalui toko.
Pemasar an melalui toko membutuhkan modal cukup besar, baik untuk menyewa
lokasi, pembeli peralatan, hingga membayar sumber daya manusia (SDM). “Saya
memilih belajar berjualan daring dan melaksanakan bisnis daring karena cukup
murah dan mudah,” kata dia.
Saat ini Yusti memiliki akun di Facebook,
Instagram, blogspot, dan lain sebagainya. Pemasaran ini digunakan untuk
berbagai produk yakni pie dengan ukur an kecil, sedang, dan besar. Berkisar
dari harga Rp 5.000 untuk pie mini hingga Rp 160 ribu untuk pie besar dengan
rasa da ging, jamur, dan lain sebagainya. “Kami me layani partai besar dan
kecil, bahkan satu buah pun tidak apa-apa. Demi kepuasan pelanggan,” ujar dia.
(ELVI ROBIATUL ADAWIYAH)
Berasa jadi poto model :p |
Pernah
Merugi
YUSTI
Nurul Agustin pernah menekuni dunia jurnalistik sebelum menikah. “Dulu waktu di
koran harian waktu saya terlalu sibuk dan memang saya mau menikah. Suami saya
khawatir kapan bertemu anak jika sangat sibuk, apalagi saya memiliki job desk
di liputan politik,” ujar Yusti.
Dia lantas
memilih rehat di industri media pada 2010. Kini, setelah usahanya lancar, dia
memutuskan kembali di dunia tulis menulis hanya dengan pola kerja berbeda. Kini
ia memiliki waktu luang cukup banyak, baik buat keluarga dan berwirausaha.
“Saya masih menulis, tapi di bidang komunikasi. Tidak ter lalu sibuk, jadi bisa
menjaga anak dan mencoba minat saya di bidang wirausaha kuliner,” kata dia.
Meski pekerjaannya tidak menghasilkan uang
banyak, tapi waktunya masih bisa diluangkan bersama anak. “Saya bisa bersama
anak 24 jam.”
Sebagai pengusaha, Yusti harus memiliki mental
baja. Tidak boleh takut gagal, selalu mencoba, dan paham kerugian materi
merupakan bagian dari risiko yang akan dihadapi seorang pengusaha. Hal ini ia
rasakan selama membangun bisnisnya empat tahun terakhir. Dia pernah merugi.
Meskipun sudah membuat pie sepenuh hati, kadang kala hasil yang didapatkan
tidak sesuai harapan. “Rugi pernah, waktu itu pesanan yang dikirimkan hancur
karena memang risiko pie rapuh sekali. Mau tidak mau mengganti kue ataupun
mengembalikan sejumlah uang konsumen,” ujarnya.
Hal itu
tidak memicunya menyerah. Semua dianggap pengalaman dan akan digunakan untuk
inovasi produk selanjutnya. Ia mengharapkan kejadian serupa tidak akan terulang
kembali. “Namanya dagang pasti kapan-kapan rugi, tapi ya belajar dan
meminimalisir risiko yang ada. Semua butuh proses, harus kuat mental,” kata
dia. (ELVI ROBIATUL ADAWIYAH)
Gimana-gimana? hihihih. Gedean foto orangnya dibanding kuenya ya? Hahahaha. Sebagai penulis, sekaligus mantan wartawan, sejujurnya melihat ada beberapa yang miss. Baik dari fakta dan penulisan. Tapi namanya juga manusia, tidak lepas dari salah.. Sama juga kan seperti saya. :) Anyway, makasih banyak Mba Elviii.. Sukses selalu!! :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar