Rabu, 11 Januari 2017

Yakitori si Sate Ayam Khas Jepang

Foto : Source foto : http://tokyodiary.ciao.jp/


Pecinta manga atau komik khas Jepang pasti sudah tidak asing dengan Yakitori (Yaku = bakar, Tori = Ayam). Hampir di tiap manga, Yakitori kerap dimunculkan oleh mangaka (komikus). Tidak hanya di dalam manga, Yakitori juga sering nampak dalam anime-anime khas Jepang.  

Tidak terbatas pada manga atau anime yang bertema masak-memasak saja, Yakitori bahkan tidak jarang muncul di manga maupun anime ber-genre action, olah raga, sampai horror!

Kok, sampai segitunya ya? Sebetulnya, apa sih Yakitori itu?

Mudahnya, Yakitori dapat disamakan dengan sate jeroan bila merujuk kosakata kuliner Indonesia. Sebab Yakitori pada umumnya memang menggunakan bagian dari ayam, kulit ayam, maupun jeroan ayam seperti jantung dan rempela.

Selain jeroan ayam, Yakitori juga menggunakan daging yang tidak biasa digunakan dalam pembuatan sate. Di Indonesia, bagian ayam yang satu ini lebih sering dihindari karena rasa dan aromanya yang kurang sedap.  Ya, bagian ayam dimaksud adalam brutu atau pantat ayam!  Di Jepang, bagian brutu ayam yang dijadikan sate disebut dengan istilah Bonjiri Yakitori. 

Bonjiri Yakitori merupakan salah satu jenis Yakitori yang banyak diminati di Jepang. Rasanya yang empuk dan sedikit kenyal menjadikan tekstur Bonjiri Yakitori begitu khas.

Bagian-bagian daging ayam itu kemudian dipotong kecil-kecil seukuran satu gigitan. Setelah itu, sama seperti sate, potongan daging maupun jeroan ditusuk menggunakan tusukan bambu. Cara mematangkannya juga dibakar di atas bara api, arang, maupun alat bakar gas. Persis seperti sate di Indonesia ya!

Tidak hanya itu, cara menjajakan Yakitori pun mirip dengan kebiasaan para pedagang sate di Indonesia. Yakitori kerap dijajakan di pinggir-pinggir jalan menggunakan gerobak kecil, lengkap dengan meja dan bangku untuk para pembeli yang datang. Meski demikian, tidak jarang juga Yakitori ditemukan dalam menu restoran-restoran mewah di Jepang.

Berbeda
Meski sangat mirip dengan sate yang ada di berbagai daerah di Indonesia, Yakitori tetap memiliki perbedaan.

Perbedaan utama, tentu saja dari bumbu yang digunakan. Bila sate di Indonesia memiliki rasa yang tajam sebagai hasil dari banyaknya bumbu yang digunakan, Yakitori cenderung memiliki rasa yang lebih ringan (light).  Biasanya, Yakitori cukup hanya dibumbui dengan garam dan lada.

Setelah matang, Yakitori dapat langsung dimakan begitu saja atau ditambahkan bumbu-bumbu pelengkap. Jika sate khas Indonesia biasanya menggunakan bumbu kecap atau bumbu kacang, Yakitori menggunakan bumbu celup yang jauh lebih simple. Misalnya saja, Yakitori dapat dicelup ke dalam saus campuran dari kecap asin,mirin, arak, dan gula  sebagai pelengkapnya. Atau seperti bumbu yang digunakan untuk membalur daging ayam, Yaktori juga dapat dicocol menggunakan garam dan sedikit bubuk cabai. Nikmat!

Asal-Usul
Yakitori mulai dikenal di Jepang sejak masuknya agama Budha. Saat itu, daging dilarang dimakan oleh masyarakat Jepang, terutama dagung hasil ternak seperti sapi dan babi. Ayam yang diternakkan juga dilarang untuk dimakan kala itu.  

Hanya saja, ayam liar maupun burung liar kerap kali sering diburu untuk menggantikan asupan protein hewani yang tidak bisa diperoleh dari hewan ternak. Konon, sate dari daging burung liar inilah yang menjadi asal-usul Yakitori.

Seiring perubahan zaman, masyarakat Jepang dapat kembali memakan daging hasil ternak, termasuk daging ayam. Yakitori ayam kemudian menjadi sangat populer di kalangan masyakarat bawah. Sebabnya, harga daging ayam saat itu sangatlah mahal. Hanya kalangan atas berkocek tebal yang dapat memakan daging ayam di restoran. Sementara, hasil buangan daging ayam seperti tulang, kulit, dan jeroan dimanfaatkan oleh masyarakat bawah dengan dibuat Yakitori.  
Tidak heran, sampai sekarang Yakitori begitu mudah dijumpai di pinggir-pinggir jalan di Jepang.

Gang Yakitori
Saking populernya Yakitori, di Jepang terdapat Gang Yakitori (Yakitori Alley) yang tepatnya berada di Shinjuku. Di sepanjang lorong gang berjarak kurang lebih 100 meter tersebut, terdapat 50 kios yang kesemuanya menjual Yakitori maupun street food khas Jepang lainnya.

Kios-kios tersebut ramai dikunjungi para pekerja kantor sepulang kerja. Tidak jarang, terlihat turis asing yang ingin mencari tahu tentang Yakitori Alley sembari mencicipi beragam jenis Yakitori yang dijajakan.

Usai menikmati beberapa tusuk Yakitori, warga Jepang biasanya meminum segelas penuh bir atau teh hijau hangat untuk menghalau dinginnya malam di Tokyo. 

Kira-kira, bagaimana ya rasanya kalau si Yakitori dibuat varian Pie? Sepertinya enak! ;) (Yusti Nurul Agustin/@JustyPie)


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar