Selasa, 18 Oktober 2016

Yeeeey, JustyPie Masuk Koran Lagiiii :)

Setelah sebelumnya JustyPie diliput koran Bisnis Indonesia,  Kamis (13/10) lalu saya ditelpon oleh Mba Evi dari Harian Nasional. Mba Evi minta izin untuk wawancara. Katanya, Mba Evi dapet nomor telpon saya dari teman saya dulu semasa masih jadi wartawan :D Begitulah untungnya jadi mantan wartawan yang jualan hihihihi. Berikut kutipan beritanya yaaa. Kali aja ada yang mau baca.. hihih


Berkah Resep Pie Mertua 


Aneka kue pie tersaji indah di akun media sosial JustyPie. Penampilannya menggugah selera. Ada pie apel, pie buah, pie cokelat, dan ragam pie lain. Tinggal memesan, kelezatan pie pun bisa dinikmati bersama keluarga di rumah.

Semua pie itu buatan Yusti Nurul Agustin. Dia menggunakan resep kue pie dari ibu mertua. “Awalnya saya mencoba kue buatan mertua, ternyata enak,” kata Yusti. Kegemaran memasak mendorong Yusti memberanikan diri membuat kue pie untuk kawan. Saat itu, ia menerima pesanan acara ulang tahun teman dan semua suka. Dari satu pe langgan, dia memberanikan diri terjun di dunia kuliner dengan membuka toko online (daring) melalui ragam media sosial pada 2012. Ia ingin mencoba mengisi peluang pasar.

Tagline JustyPie dipilih atas saran sang suami Bambang Reskyawan. “Suami kasih saran tagline-nya begitu karena kue-kue hasil buatanku mengingatkan suasana di rumah yang hangat dan nyaman,” kata Yusti. Mengandung filosofi itu, dia berharap semua yang makan kue buatannya merasakan hal yang sama. Bermodal Rp 500 ribu, dia membuat kue pie yang difokuskan pada 12 rasa, di antaranya cokelat, susu, aneka buah, apel dan sebagainya. “Saya pilih pie karena peluang cukup menarik, belum banyak yang punya,” kata Yusti.

Selain itu, alasan memilih pie karena ia “penggemar” pie apel buatan mertua. “Kalau sekarang saya buat aneka rasa supaya konsumen tidak bosan,” ujarnya. Hingga saat ini omzet yang Yusti mencapai Rp 2-3 juta per bulan. Semua tergantung pesanan yang diterima.

Kue pie hanya akan dibuat jika ada pesanan konsumen. Hal ini agar setiap pesanan selalu segar dan tidak mengecewakan. “Kalau ada pemesanan baru saya akan buatkan, biar selalu segar. Kalau sudah jadi kami akan kirimkan kue ke konsumen atau kadang mereka yang jemput,” katanya.

Yusti mengatakan, saat ini sedang mencoba ekspansi bisnis dengan pengiriman keluar Ja karta. Dia akan mencoba pengemasan yang lebih aman de ngan meng gunakan styrofoam agar pie tidak mudah rusak. “Banyak permintaan keluar kota jadi saya mau coba pengemasan yang lebih kuat. Jadi, nanti bisa melayani konsumen lebih luas,” ujarnya.

Apalagi pemasaran saat ini melalui media daring. Cara ini dirasakan lebih efektif ketimbang pemasaran melalui toko. Pemasar an melalui toko membutuhkan modal cukup besar, baik untuk menyewa lokasi, pembeli peralatan, hingga membayar sumber daya manusia (SDM). “Saya memilih belajar berjualan daring dan melaksanakan bisnis daring karena cukup murah dan mudah,” kata dia.

Saat ini Yusti memiliki akun di Facebook, Instagram, blogspot, dan lain sebagainya. Pemasaran ini digunakan untuk berbagai produk yakni pie dengan ukur an kecil, sedang, dan besar. Berkisar dari harga Rp 5.000 untuk pie mini hingga Rp 160 ribu untuk pie besar dengan rasa da ging, jamur, dan lain sebagainya. “Kami me layani partai besar dan kecil, bahkan satu buah pun tidak apa-apa. Demi kepuasan pelanggan,” ujar dia. (ELVI ROBIATUL ADAWIYAH) 






Berasa jadi poto model :p 


Pernah Merugi
YUSTI Nurul Agustin pernah menekuni dunia jurnalistik sebelum menikah. “Dulu waktu di koran harian waktu saya terlalu sibuk dan memang saya mau menikah. Suami saya khawatir kapan bertemu anak jika sangat sibuk, apalagi saya memiliki job desk di liputan politik,” ujar Yusti.
Dia lantas memilih rehat di industri media pada 2010. Kini, setelah usahanya lancar, dia memutuskan kembali di dunia tulis menulis hanya dengan pola kerja berbeda. Kini ia memiliki waktu luang cukup banyak, baik buat keluarga dan berwirausaha. “Saya masih menulis, tapi di bidang komunikasi. Tidak ter lalu sibuk, jadi bisa menjaga anak dan mencoba minat saya di bidang wirausaha kuliner,” kata dia.
 Meski pekerjaannya tidak menghasilkan uang banyak, tapi waktunya masih bisa diluangkan bersama anak. “Saya bisa bersama anak 24 jam.”
 Sebagai pengusaha, Yusti harus memiliki mental baja. Tidak boleh takut gagal, selalu mencoba, dan paham kerugian materi merupakan bagian dari risiko yang akan dihadapi seorang pengusaha. Hal ini ia rasakan selama membangun bisnisnya empat tahun terakhir. Dia pernah merugi. Meskipun sudah membuat pie sepenuh hati, kadang kala hasil yang didapatkan tidak sesuai harapan. “Rugi pernah, waktu itu pesanan yang dikirimkan hancur karena memang risiko pie rapuh sekali. Mau tidak mau mengganti kue ataupun mengembalikan sejumlah uang konsumen,” ujarnya.
Hal itu tidak memicunya menyerah. Semua dianggap pengalaman dan akan digunakan untuk inovasi produk selanjutnya. Ia mengharapkan kejadian serupa tidak akan terulang kembali. “Namanya dagang pasti kapan-kapan rugi, tapi ya belajar dan meminimalisir risiko yang ada. Semua butuh proses, harus kuat mental,” kata dia. (ELVI ROBIATUL ADAWIYAH)


Gimana-gimana? hihihih. Gedean foto orangnya dibanding kuenya ya? Hahahaha. Sebagai penulis, sekaligus mantan wartawan, sejujurnya melihat ada beberapa yang miss. Baik dari fakta dan penulisan. Tapi namanya juga manusia, tidak lepas dari salah.. Sama juga kan seperti saya. :) Anyway, makasih banyak Mba Elviii.. Sukses selalu!! :*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar